SENIN, 16 JANUARI 2017 | 21:43 WIB
Kartu Tanda Penduduk Elektronik (E-KTP). ANTARAA/Seno S.
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan
Korupsi sudah menyita uang hingga Rp 247 miliar dalam penyidikan kasus dugaan
tindak pidana korupsi pengadaan paket KTP berbasis nomor induk kependudukan
secara nasional (e-KTP) periode 2011-2012.
"Dalam kasus e-KTP selama 2016, telah dilakukan sejumlah penyitaan dengan nilai Rp 206,95 miliar, 1.132 dolar Singapura, dan 3.036.715,64 dolar Amerika Serikat atau semua setara dengan Rp 247 miliar, semua dalam bentuk uang baik yang cash maupun di rekening," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Senin, 16 Januari 2017.
"Sumber uang yang disita berasal dari perorangan dan korporasi. Mereka yang terkait dalam rangkaian proses proyek e-KTP," tambah Febri.
"Dalam kasus e-KTP selama 2016, telah dilakukan sejumlah penyitaan dengan nilai Rp 206,95 miliar, 1.132 dolar Singapura, dan 3.036.715,64 dolar Amerika Serikat atau semua setara dengan Rp 247 miliar, semua dalam bentuk uang baik yang cash maupun di rekening," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Senin, 16 Januari 2017.
"Sumber uang yang disita berasal dari perorangan dan korporasi. Mereka yang terkait dalam rangkaian proses proyek e-KTP," tambah Febri.
Penyidik pun masih
terus melakukan pemeriksaan secara intensif terhadap saksi-saksi dalam kasus
ini yang sudah berjumlah lebih dari 250 orang saksi.
"Dan dalam waktu dekat, mungkin pada Februari akan dilakukan tahapan berikutnya seperti pelimpahan atau penanganan perkara lebih lanjut," ungkap Febri.
Sudah ada dua tersangka dalam kasus ini yaitu mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Irman dan mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen Sugiharto.
"Sejauh ini KPK baru menetapkan dua tersangka namun pendalaman dan perluasan perkara masih terus dilakukan," tegas Febri.
Irman dan Sugiharto dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
Irman diduga melakukan penggelembungan harga dalam perkara ini dengan kewenangan yang ia miliki sebagai Kuasa Pembuat Anggaran (KPA).
Berdasarkan perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kerugian negara akibat kasus korupsi e-KTP itu adalah Rp 2,3 triliun karena penggelembungan harga dari total nilai anggaran sebesar Rp 6 triliun.
"Dan dalam waktu dekat, mungkin pada Februari akan dilakukan tahapan berikutnya seperti pelimpahan atau penanganan perkara lebih lanjut," ungkap Febri.
Sudah ada dua tersangka dalam kasus ini yaitu mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Irman dan mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen Sugiharto.
"Sejauh ini KPK baru menetapkan dua tersangka namun pendalaman dan perluasan perkara masih terus dilakukan," tegas Febri.
Irman dan Sugiharto dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
Irman diduga melakukan penggelembungan harga dalam perkara ini dengan kewenangan yang ia miliki sebagai Kuasa Pembuat Anggaran (KPA).
Berdasarkan perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kerugian negara akibat kasus korupsi e-KTP itu adalah Rp 2,3 triliun karena penggelembungan harga dari total nilai anggaran sebesar Rp 6 triliun.
Pendapat saya tentang
artikel diatas, berkaitan dengan maraknya kasus penggelapan dana atau
kasus-kasus korupsi di Indonesia sebaiknya pemerintah lebih selektif dalam
memilih program-program yang akan direalisasikan. Dan sebisa mungkin meningkatkan
pengawasan agar anggaran dapat digunakan dengan tujuan yang seharusnya, terlebih
untuk anggaran yang berbentuk kas. Karena kas sangat mudah dipindahtangankan
dan tidak dapat dibuktikan pemiliknya, maka kas mudah digelapkan. Dengan begitu
pemerintah bisa meminimalisir terjadinya penggelapan dana atau kasus korupsi di
Indonesia
Sumber : https://m.tempo.co/read/news/2017/01/16/063836583/kasus-korupsi-e-ktp-selama-2016-kpk-sita-rp-247-miliar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar